Saya tidak menyinggung dokter berdasarkan jenjang pendidikan. Karena jenjang pendidikan yang lebih tinggi adalah sesuatu yang dapat dijangkau dan diperoleh melalui pendidikan resmi. Kasta yang saya maksud disini adalah suatu "privilege" yang diperoleh mulai dari kelahiran seseorang.
Seseorang yang lahir dari lingkungan yang serba berkecukupan tentu saja memperoleh pemahaman yang berbeda dengan mereka yang berasal dari kelompok berkekurangan. Walaupun saat keduanya berada pada posisi sama, latar belakang mereka akan mempengaruhi mereka mengambil keputusan. Itu jelas.
Dokter, berasal dari kedua kelompok tersebut. Tetapi "privilege" yang diperoleh satu kelompok menyebabkan mereka lebih cepat berada pada posisi yang diinginkan. Bagi seorang yang berasal dari keluarga susah perlu waktu lama untuk menjadi spesialis, karena harus mengumpulkan uang. Sementara disisi lain akan beda situasinya. Demikian juga untuk mencapai jenjang karir yang diinginkan tentu saja ada perbedaan kecepatan dan perbedaan nasib.
Itu bukanlah suatu kesalahan, tetapi nasib yang memang sesuatu "given" dari Yang Maha Kuasa. Tetapi yang mungkin kurang tepat adalah tidak berusaha belajar memahami situasi yang dialami oleh orang lain. Simpati dan empati adalah sesuatu yang bisa dipelajari dan ditanamkan.
Mungkin inilah yang terjadi kepada kita semua ini. Kita yang saling berhadapan mungkin saja mewakili kutub yang berbeda. Generasi yang merasakan susah dan harus berusaha mencari cara yang tepat untuk mengakali kekurangan yang terjadi di FKTP dan itu bukan dialami sebentar, tetapi tahunan. Penderitaan dan masalah itu tidak dirasakan oleh mereka yang hanya sebentar atau bahkan tidak merasakan sama sekali bertugas didaerah sulit.
Agak susah menceritakan masalah yang ada di FKTP, sehingga bisa ada yang menceritakan ada alat canggih di FKTP tidak digunakan. Secanggih apa alatnya kita tidak tahu. Stetoskop bisa dianggap canggih oleh orang awam. Tetapi bagi dokter spesialis, rontgen dan bahkan CT scan sudah dianggap sebagai suatu kebutuhan.
Mungkin cerita ini tidak menyelesaikan masalah. Tetapi mungkin akan membantu kita memahami bahwa memang ada sebagian dokter yang berasal dari kaum berkecukupan dan menikah dengan orang berkecukupan dan mempunyai jabatan yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan tentu saja akan sulit memahami bahwa kondisi di FKTP itu sampai saat ini masih susah, terutama yang didaerah pedesaan. Cerita teman teman di Media Sosial sejujurnya dapat membantu kita memahami kondisi disana.
Sejarah, selalu menemui jalan keluar dari kebuntuan. Apapun bentuk jalan keluar tentu kita terima. Suka tidak suka, bahkan setuju atau tidak setuju dengan jalan keluarnya.
Demi untuk Indonesia yang lebih baik, tentu kitapun boleh saja menyuarakan jalan keluarnya.
Jakarta, 31 Oktober 2016
dr. Patrianef, Sp.B (K)
Itu bukanlah suatu kesalahan, tetapi nasib yang memang sesuatu "given" dari Yang Maha Kuasa. Tetapi yang mungkin kurang tepat adalah tidak berusaha belajar memahami situasi yang dialami oleh orang lain. Simpati dan empati adalah sesuatu yang bisa dipelajari dan ditanamkan.
Mungkin inilah yang terjadi kepada kita semua ini. Kita yang saling berhadapan mungkin saja mewakili kutub yang berbeda. Generasi yang merasakan susah dan harus berusaha mencari cara yang tepat untuk mengakali kekurangan yang terjadi di FKTP dan itu bukan dialami sebentar, tetapi tahunan. Penderitaan dan masalah itu tidak dirasakan oleh mereka yang hanya sebentar atau bahkan tidak merasakan sama sekali bertugas didaerah sulit.
Agak susah menceritakan masalah yang ada di FKTP, sehingga bisa ada yang menceritakan ada alat canggih di FKTP tidak digunakan. Secanggih apa alatnya kita tidak tahu. Stetoskop bisa dianggap canggih oleh orang awam. Tetapi bagi dokter spesialis, rontgen dan bahkan CT scan sudah dianggap sebagai suatu kebutuhan.
Mungkin cerita ini tidak menyelesaikan masalah. Tetapi mungkin akan membantu kita memahami bahwa memang ada sebagian dokter yang berasal dari kaum berkecukupan dan menikah dengan orang berkecukupan dan mempunyai jabatan yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan tentu saja akan sulit memahami bahwa kondisi di FKTP itu sampai saat ini masih susah, terutama yang didaerah pedesaan. Cerita teman teman di Media Sosial sejujurnya dapat membantu kita memahami kondisi disana.
Sejarah, selalu menemui jalan keluar dari kebuntuan. Apapun bentuk jalan keluar tentu kita terima. Suka tidak suka, bahkan setuju atau tidak setuju dengan jalan keluarnya.
Demi untuk Indonesia yang lebih baik, tentu kitapun boleh saja menyuarakan jalan keluarnya.
Jakarta, 31 Oktober 2016
dr. Patrianef, Sp.B (K)
No comments:
Post a Comment