Mensikapi postingan viral WA Bapak Sekjend Kemenkes RI dr.Untung Suseno Sutarjo yang berisi:
Wahai para dokter praktik umum mari memikirkan nasib kita.
Ketika PB IDI memprovokasi anggota IDI untuk berdemo pada hari kebangkitannya, anggota IDI tidak mengerti bahwa yang ditolak adalah upaya pemerintah untuk *meningkatkan derajat* anggota IDI yang selama ini berpraktik umum.
Anggota IDI tidak mengerti bahwa yang ditolak adalah fasilitasi pemerintah untuk mendorong FK-FK terbaik membuka kesempatan belajar dan meningkatkan keprofesiannya bagi dokter praktik umum agar sama dengan apa yang telah difasilitasi pemerintah terhadap perawat menjadi ners, akbid menjadi D4, sarjana farmasi menjadi apoteker, sarjana tehnik menjadi insinyur. Tapi PB IDI mengajak dokter untuk menolak kesempatan itu.
Ketika PB IDI mengajak para dokter berdemo, dokter praktik umum PPK BPJS di FKTP tidak mengerti bahwa yang ditolak adalah upaya pemerintah untuk memfasilitasi BPJS dalam *meningkatkan satuan kapitasi* dan poin jasa pelayanan dokter yang lebih berpengalaman di banding dokter yang baru lulus.
Ketika PB IDI menolak UU dikdok dalam hal uji kompetensi dan DLP setara spesialis, para dokter yang diajak berdemo tidak mengerti bahwa yang ditolak adalah upaya pemerintah dalam *membendung dokter asing* untuk berpraktik di Indonesia dan mengambil semua lahan terbaik kita dalam pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia.
Mari duduk bersama memikirkan nasib kita dan bangsa ini, karena tidak akan berubah nasib bila kita tidak berusaha merubahnya.
Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan terbaik.
Dokter praktik umum berhak mendapatkan kesempatan dan penghargaan terbaik.
Kita berhak:
- Meningkatkan profesionalisme kita.
- Meningkatkan percaya diri kita.
- Meningkatkan kebahagiaan kita.
- Meningkatkan percaya diri kita.
- Meningkatkan kebahagiaan kita.
Hanya dokter yang bahagia yang dapat bekerja optimal.
Sudah saatnya kita berfikir kritis menentukan nasib kita sendiri bukan ditentukan segelintir orang yang tidak merasakan nasib sebagai dokter praktik umum. Sudah terlalu lama kita membiarkan nasib kita ditentukan oleh orang lain yang tidak memahami apalagi merasakan menjadi dokter praktik umum.
*Atas tulisan dr.Untung diatas, berikut jawaban Dokter seluruh Indonesia terkait Aksi Damai 24 Oktober 2016:*
*1. Kapitasi itu berkaitan dengan benefit pelayanan yg harus diberikan bukan terkait kompetensi. Meskipun kompetensinya sampai level 10, namun kapitasi yang diberikan untuk benefit pelayanan sampai level 5, tentu saja seorang dokter hanya bisa mengerjakan sampai level 5 saja, padahal dokter tersebut kompetensinya bisa mengerjakan benefit sampai level 10. Itu fakta yang terjadi saat ini.*
*2. Membendung dokter asing tidak berkaitan denga kompetensi, meskipun seluruh dokter kompetensinya sangat tinggi, apa bisa negara Indonesia menolak dokter asing ?* *Jawabannya pasti tidak bisa, semestinya pemerintah dalam membendung dokter asing segera menerbitkan paket kebijakan tentang sistem penapisan dan tentang peningkatan daya saing dokter dan pelaku pelayanan kesehatan domestik. Saat ini posisi lemah kita di penguasaan teknologi kesehatan dan modal untuk membangun /meningkatkan pelayanan kesehatan. Ini yg mestinya didorong pemerintah untuk membendung dokter asing. Selain itu pemerintah juga perlu meregulasi sistem kuota dokter, klinik dan rumah sakit supaya dokter dan rumah sakit asing tidak sembarangan masuk ke kota-kota di Indonesia. Pemerintah tidak usah repot-repot mengurus kompetensi karena sudah ada organisasi profesi yg menanganinya.*
*Tulisan pak untung adalah logika dangkal yg mensederhanakan masalah, seakan-akan seluruh masalah di bidang kesehatan hanya disebabkan dan dipengaruhi oleh faktor kompetensi dan satu-satunya obat yang mujarab adalah program DLP.*
*Dalam UU Kesehatan dan UU Praktek Kedokteran, sudah ada pembagian tugas:*
*1. Kompetensi dan etika merupakan wewenang organisasi profesi.*
*2. Ketersediaan tenaga, sarana , obat dan alkes urusan Kemkes*
*Urusan sendiri saja blepotan kok malah urus urusan pihak lain, bisa-bisa kalau sudah gagal semuanya, yang akan dijadikan kambing hitam segala permasalahan adalah dokter lagi.*
No comments:
Post a Comment