DEFINISI
Infertilitas merupakan
ketidakmampuan untuk menghasilkan konsepsi dalam rentang waktu 1 tahun tanpa
menggunakan alat kontrasepsi.(1)
Menurut WHO, Infertilitas adalah
penyakit system reproduksi yang didefinisikan sebagai kegagalan mencapai
kehamilan klinis setelah 2 tahun berhubungan seksual teratur dan tanpa menggunakan alat kontrasepsi.(4)
Dalam referensi lain, DHS
(Demographic and Health Surveys) menyebutkan bahwa infertilitas adalah ketidakmampuan
orang dengan usia produktif (15-49 tahun) untuk menjadi atau tetap hamil dalam
waktu 5 tahun dari paparan kehamilan.(4)
Namun, berdasarkan hasil survey dari
National, Regional, and Global Trends in
Infertility, disimpulkan bahwa infertilitas adalah ketidakmampuan untuk
hamil dengan kelahiran hidup, dalam waktu 5 tahun dari paparan, berdasarkan
status hubungan yang terikat dan konsisten, tanpa menggunakan kontrasepsi,
tidak dalam masa menyusui, dan mempunyai keinginan untuk memiliki anak.(4)
Menurut American Fertility Society
(AFC), Infertilitas adalah ketidakmampuan pasturi untuk menghasilkan
kehamilan setelah 1 tahun kawin dengan hubungan teratur dan tanpa alat
kontrasepsi. (Tambahan dari bahan Kuliah FK Unhas, Prof. Dr. dr. Nusratuddin Abdullah, Sp.OG (K) )
Epidemiologi
Prevalensi wanita yang mengalami
infertilitas sekitar 13% atau 10-15% pada pasangan usia reproduksi, dengan
kisaran antara 7-28% bergantung pada usia.. Etnis atau ras tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap prevalensi infertilitas. Namun, Insidensi
infertilitas primer telah mengalami peningkatan dimana disaat yang sama terjadi
penurunan insidensi infertilitas sekunder, yang sepertinya disebabkan oleh
perubahan sosial seperti penundaan kehamilan.(3,5)
JENIS INFERTILITAS
Infertilitas Primer
Ketika seorang wanita tidak dapat melahirkan seorang
anak, baik karena ketidakmampuan untuk hamil atau ketidakmampuan untuk membawa
kehamilan sampai pada kelahiran hidup. Jadi wanita hamil yang mengalami
keguguran spontan, ataupun kehamilan tanpa kelahiran hidup dianggap mengalami infertilitas.(4)
Infertilitas Sekunder
Ketika seorang wanita tidak dapat memiliki anak,
baik karena ketidakmampuan untuk hamil atau ketidakmampuan untuk mempertahankan
kehamilan hingga tercapai kelahiran hidup dimana sebelumnya berhasil
mempertahankan kehamilan hingga tercapai kelahiran hidup, maka dia akan
diklasifikasikan mengalami infertilitas sekunder. Jadi, mereka yang mengalami
keguguran spontan berulang atau kelahiran mati, atau setelah kehamilan
sebelumnya berhasil melahirkan kelahiran hidup kemudian tidak dapat membawa
kehamilan untuk kelahiran hidup, akan dianggap mengalami infertilitas sekunder.(4)
ANATOMI DAN FISIOLOGI REPRODUKSI
1. Reproduksi Pria
Fungsi
esensial sistem reproduksi pria adalah sebagai berikut :
a) Menghasilkan
Sperma
Organ
penghasil sperma, testis, tergantung di luar rongga abdomen dalam suatu kantong
berlapis kulit, skrotum, yang berada di sudut antara kedua tungkai. Suhu yang
lebih dingin di skrotum daripada di abdomen merupakan hal yang esensial bagi
spermatogenesis. Kelainan anatomi seperti kriptorkidismus dimana testis tidak
turun hingga dewasa atau tetap berada dalam rongga abdomen sehingga tidak mampu
menghasilkan sperma hidup karena terganggunya proses spermatogenesis.(5)
Proses spermatogenesis ini terjadi di dalam tubulus
seminiferus. Sel leydig di ruang interstitial diantara tubulus ini mengeluarkan
testosterone ke dalam darah yang berfungsi memaskulinisasi sistem reproduksi.
Testosteron berperan dalam pematangan dan pemeliharaan keseluruhan saluran
reproduksi pria, pembentukan karakteristik seks sekunder, dan libido.(5)
Sekresi testosterone diatur oleh stimulasi hormon
hipofisis anterior, yaitu luteinizing hormon terhadap sel Leydig dan melalui
mekanisme umpan balik negative, testosteron menghambat sekresi gonadotropin.(5)
Spermatogenesis memerlukan testosterone dan FSH.
Testosteron merangsang pembelahan miosis dan meiosis yang dibutuhkan untuk
mengubah sel germinativum diploid yang belum berdiferensiasi (spermatogonia)
menjadi spermatid haploid yang belum berdiferensiasi. FSH lalu merangsang
remodeling spermatid menjadi spermatozoa yang sangat khusus dan mampu bergerak.
Sekresi LH dan FSH ini dikontrol oleh Gonadotropin Releasing hormone (GnRH)
yang dihasilkan oleh hipotalamus.(5)
Di tubulus seminiferus
terdapat sel sertoli yang berfungsi melindungi, merawat, dan meningkatkan sel
germinativum sepanjang perkembangannya. Sperma yang masih imatur dibilas keluar
tubulus seminiferus ke dalam epididimis oleh cairan yang dikeluarkan sel
sertoli. Epididimis dan duktus deferens menyimpan dan memekatkan sperma serta
meningkatkan motilitas serta fertilitasnya sebelum ejakulasi.(5)
Alat Reproduksi Pria |
b) Menyalurkan
Sperma ke Wanita
Sistem
reproduksi pria dirancang untuk menyalurkan sperma ke saluran reproduksi wanita
dalam suatu cairan pembawa, semen, yang kondusif bagi viabilitas sperma.
Kelenjar seks tambahan pria yang sekresinya membentuk sebagian besar semen
adalah vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulbouretra.(5)
Penis
adalah organ yang digunakan untuk meletakkan semen pada wanita. Sperma keluar
dari masing-masing testis melalui saluran reproduksi yang terdiri dari
epididimis, duktus (vas) deferens, dan duktus ejakulatorius.(5)
Sewaktu
ejakulasi, sperma bercampur dengan sekresi yang dikeluarkan oleh
kelenjar-kelenjar aksesorius. Vesikula seminalis menyalurkan fruktosa untuk
energi dan prostaglandin meningkatkan motilitas otot polos saluran reproduksi
pria untuk meningkatkan transport sperma. Cairan vesikula seminalis juga
membentuk sebagian besar semen. Kelenjar prostat menghasilkan cairan basa untuk
menetralkan sekresi vagina yang asam dan kelenjar bulbouretra mengeluarkan
mucus untuk pelumas.(5)
2. Reproduksi Wanita
Fungsi
esensial sistem reproduksi wanita adalah sebagai berikut :
a) Membentuk
ovum
Ovarium
dan saluran reproduksi wanita terletak di dalam rongga panggul. Saluran
reproduksi wanita terdiri dari komponen-komponen berikut; dua oviduct (tuba
uterina atau fallopii), yang berkaitan erat dengan kedua ovarium, mengambil
ovum saat ovulasi (pelepasan ovum dari ovarium) dan berfungsi sebagai tempat
fertilisasi (konsepsi).(5)
Ovarium
mengambil peran ganda berupa oogenesis dan sekresi estrogen dan progesteron.
Proses oogenesis terjadi dalam waktu antara usia 12-50 tahun, dari awal
pubertas sampai menopause. Wanita lahir dengan jumlah sel germinativum yang
terbatas dan tidak dapat diperbaharui.(5)
Oogenesis
dan sekresi estrogen berlangsung di dalam suatu folikel ovarium selama paruh
pertama setiap siklus reproduksi (fase folikuler) dibawah pengaruh FSH, LH, dan
estrogen. Pada sekitar pertengahan siklus, folikel yang matang melepaskan
sebuah ovum (ovulasi). Ovulasi dipicu oleh lonjakan LH yang ditimbulkan oleh
estrogen kadar tinggi yang dihasilkan oleh folikel yang matang.(5)
Di
bawah pengaruh LH, folikel yang telah kosong kemudian diubah menjadi korpus
luteum yang menghasilkan progesteron dan estrogen selama paruh terakhir siklus
(fase luteal). Unit endokrin ini mempersiapka uterus untuk implantasi
seandainya ovum yang dibebaskan dibuahi.(5)
Jika
fertilisasi dan implantasi tidak terjadi, maka korpus luteum akan
berdegenerasi. Hilangnya dukungan hormon untuk lapisan dalam endometrium yang
telah berkembang penuh ini menyebabkan lapisan tersebut berdisintegrasi dan
terlepas, menghasilkan darah haid. Secara bersamaan fase folikuler baru kembali
dimulai.(5)
Haid
berhenti dan lapisan dalam uterus (endometrium) memulihkan diri di bawah
pengaruh kadar estrogen yang terus meningkat dari folikel yang baru berkembang.(5)
b) Menerima
sperma
Vagina
adalah saluran yang berotot dan dapat teregang yang menghubungkan uterus dengan
lingkungan eksternal. Bagian terbawah uterus, serviks (leher rahim), menonjol
ke dalam vagina dan mempunyai satu saluran kecil yang disebut kanalis
servikalis. Sperma diendapkan di vagina oleh penis sewaktu berhubungan seks.
Kanalis servikalis berfungsi sebagai jalur bagi sperma untuk mencapai tempat
pembuahan di tuba uterina melaui uterus, dan ketika mengalami pelebaran hebat
sewaktu persalinan berfungsi sebagai saluran bagi pengeluaran bayi dari uterus.(5)
c) Mengangkut
sperma dari ovum ke tempat penyatuan (fertilisasi atau konsepsi)
Fertilisasi
terjadi di tuba uterina sewaktu telur yang dibebaskan dan sperma yang
diletakkan di vagina dibawa ke tempat ini. Ovum yang telah dibuahi membelah
secara mitotis. Dalam seminggu, ovum ini tumbuh dan berdiferensiasi menjadi
blastokista yang mampu berimplantasi.(5)
Sementara
itu, endometrium telah mengalami vaskularisasi yang intens dan dipenuhi oleh
simpanan glikogen di bawah pengaruh progesteron fase luteal. Kedalam lapisan yang telah disiapkan khusus inilah,
blastokista berimplantasi dengan menggunakan enzim-enzim yang dikeluarkan oleh
trofoblas, yang membentuk lapisan luar blastokista. Enzim-enzim ini mencerna
jaringan endometrium yang kaya nutrien, melaksanakan tugas rangkap membuat
lubang untuk implantasi sembari membebaskan nutrien untuk digunakan mudigah
yang sedang berkembang.(5)
d) Memelihara
janin yang sedang tumbuh sampai janin dapat bertahan hidup di dunia luar
(gestasi atau kehamilan), mencakup pembentukan plasenta, organ pertukaran
antara ibu dan janinnya.
Uterus
yang berongga dan berdinding tebal terutama berperan memelihara janin selama
masa perkembangannya dan mengeluarkannya
pada akhir kehamilan. Kombinasi saling terkait antara jaringan ibu dan anak
dibentuk berupa plasenta. Plasenta adalah organ pertukaran antara darah ibu dan
janin serta juga bertindak sebagai organ endokrin kompleks sementara yang
mengeluarkan sejumlah hormon yang esensial bagi kehamilan, yaitu Gonadotropin
korion manusia, progesterone, dan estrogen.(5)
Gonadotropin korion manusia mempertahankan korpu luteum
kehamilan yang menghasilkan estrogen dan progesteron selama trimester pertama
gestasi sampai plasenta mengambil alih fungsi ini pada dua trimester terakhir.
Estrogen dan progesterone kadar tinggi merupakan hal esensial untuk
mempertahankan kehamilan normal.(5)
e) Melahirkan
bayi (partus atau persalinan)
Saat persalinan, terjadi kontraksi
ritmik miometrium dengan kekuatan, durasi, dan frekuensi yang meningkat untuk
melaksanakan tiga tahap persalinan: pembukaan serviks, pelahiran bayi, dan
pelahiran plasenta.(5)
Persalinan dipicu oleh hubungan timbal
balik kompleks berbagai faktor ibu dan janin. Setelah kontraksi dimulai pada
permulaan persalinan, tercipta suatu siklus umpan balik positif yang secara
progresif meningkatkan kekuatannya. Sewaktu kontraksi mendorong janin, menekan
serviks, sekresi oksitosin, yaitu suatu perangsang otot uterus yang kuat,
meningkat secara refleks. Tambahan oksitosin ini menyebabkan kontraksi menjadi
lebih kuat sehingga menyebabkan pelepasan oksitosin yang lebih banyak, dan
demikian seterusnya. Siklus umpan balik positif ini secara progresif menguat
sampai pembukaan serviks dan pelahiran selesai.(5)
f) Memberi
makan bayi setelah lahir dengan menghasilkan susu (laktasi)
Selama gestasi, payudara secara khusus
dipersiapkan untuk laktasi. Peningkatan kadar estrogen dan progesteron
plasenta, masing-masing mendorong perkembangan duktus dan alveolus di kelenjar
mamaria.(5)
Prolaktin merangsang sintesis
enzim-enzim yang esensial bagi produksi susu oleh sel epitel alveolus. Namun,
kadar estrogen dan progesterone yang tinggi mencegah prolaktin mendorong
produksi susu. Hilangnya steroid plasentas setelah persalinan memicu laktasi.(5)
Laktasi dipertahankan oleh penghisapan,
yang memicu pelepasan oksitosin dan prolaktin. Oksitosin menyebabkan
penyemprotan susu dengan merangsang sel mioepitel yang mengelilingi alveolus
untuk memeras keluar susu melalui duktus. Prolaktin merangsang sekresi lebih
banyak susu untuk mengganti susu yang disemprotkan keluar sewaktu bayi
menyusui.(5)
ETIOLOGI
Penyebab Infertilitas terbagi atas :
1 Penyebab pada Wanita
a) Faktor
Ovarium : Gangguan Ovulasi
Secara umum, 20-35%
gangguan fertilitas disebabkan oleh karena gangguan ovulasi. Tidak terjadinya ovulasi
(anovulasi) atau ovulasi yang jarang (oligo-ovulasi) menjadi penyebab dari
sekitar 20-25% kasus infertilitas pada wanita atau sekitar seperlima dari kasus
infertilitas pada wanita. Beberapa penyakit atau gangguan yang mungkin
menyebabkan anovulasi adalah (7,9) :
-
Hypogonadothropic Hypogonadism
Abnormalitas sekresi
Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) agonis biasanya berhubungan dengan
rendahnya kadar estradiol, Follikel Stimulating Hormon (FSH), Luteinizing
Hormone (LH). Kallman’s Syndrome adalah salah satu bentuknya yang merupakan
penyebab anovulasi kongenital yang ditandai dengan defisiensi gonadotropin dan
anosmia. Penyebab lain dari abnormalitas sekresi GnRH adalah tumor pituitary,
nekrosis pituitary (Sheehan’s Syndrome), stress, serta olahraga dan penurunan
berat badan yang berlebihan. Pemeriksaan lapangan pandang dan radiologi fossa
pituitary diperlukan bila dicurigai adanya space
occupying lesion pada pituitary.(7,9)
-
Normogonadothropic Hypogonadism
Sebagian besar wanita
dengan normogonadothropic anovulation
menderita PCOS (Polycystic Ovary Syndrome). Penyebab lainnya bisa karena
hiperplasia adrenal kongenital, dan tumor ovarium yang mensekresikan androgen.
Tiga kondisi terakhir biasanya muncul dengan disertai hirsutism dan memerlukan
pemeriksaan detail serum testosterone, Dehydroepiandrostenedione
sulphate (DHEAS) dan 17 hydroxy
progesterone.(7)
PCOS sendiri menjadi
penyebab 75% perempuan dengan gangguan anovulasi. Kondisi klinisnya sangat
bervariasi, namun seseorang dapat didiagnosis PCOS bila terdapat 2 dari 3 hal
berikut(7) :
i.
Oligo- dan/atau anovulasi
ii.
Tanda klinis dan/atau Tanda biokimia
dari hiperandrogenism.
iii.
Polikistic Ovarium
Dengan
menyingkirkan penyebab endokrin berikut : Hiperplasi adrenal kongenital, tumor
yang mensekresikan androgen, Cushing
syndrome, Hiperprolaktinemia, dan disfungsi tiroid.(7)
-
Hypergonadothropic Hypogonadism
Amenorrhea dengan peningkatan
serum FSH dan kadar estrogen yang rendah atau tidak terdeteksi merupakan tanda
kegagalan ovarium. Penyebabnya antara lain : Sindrom Turner (XO), Mosaik Turner
(XO, XX, XX) disgenesis gonad, gangguan autoimun, dan kemoterapi. Dalam banyak
kasus, tidak diketahui apa penyebabnya. Sindrom Turner memiliki ciri : Karyotip
45 (XO), abnormalitas fenotip seperti perawakan yang pendek, webbing of the
neck, shield chest and cubitus valgus. Pada Mosaik Turner (45X/46XX), ovulasi
spontan dan menstruasi dapat terjadi.(7)
-
Hyperprolaktinemia
Peningkatan kadar
prolaktin dapat mengganggu sekresi GnRH, menyebabkan anovulasi, amenorrhea, dan
kadang-kadang galactorrhea, yang bersamaan dengan rendahnya kadar FSH dan
estradiol.(7)
-
b) Faktor
Servikal : Abnormalitas Interaksi Sperma-Mukus
3% gangguan
infertilitas disebabkan oleh karena factor servikal.(7,9)
c) Faktor
Uterus : Abnormalitas anatomi dan fungsi (7)
d) Faktor
Tuba : Oklusi Tuba dan Adhesi Adnexa
20-25% penderita
infertilitas disebabkan oleh penyakit pada tuba.(7,9)
e) Peritoneum
dan Pelvis Factor
Endometriosis (5-15%) dan
salpingitis merupakan dua diantara penyebab terbanyak kasus infertilitas.(9,10)
2 Penyebab pada Pria
a) Faktor
Abnormalitas produksi sperma : Hypergonadotropik hypogonadism
b) Faktor
Abnormalitas Fungsi Sperma
c) Obstruksi
Sistem Duktus
3 Infertilitas Yang Tidak Bisa Dijelaskan Penyebabnya
Diagnosis infertilitas yang tidak bisa dijelaskan
bila pasangan yang diperiksa dengan pemeriksaan standar infertilitas
menunjukkan hasil yang normal. Pilihan terapi meliputi obervasi kehamilan
dengan hubungan seks yang dijadwalkan, stimulasi ovarium dengan atau tanpa IUI,
dan IVF(3). Hasil studi mendukung penggunaan clomiphene dengan inseminasi
intrauterine sampai 4 siklus. Langkah berikutnya biasanya hMG (human menopausal
gonadothropin) dengan inseminasi intrauterine untuk 3 siklus, jika tidak
berhasil, maka perlu dilakukan IVF. (3)
DIAGNOSIS
1 Anamnesis
a) Anamnesis
Terhadap Pria(7)
·
Tanyakan usia, pekerjaan, berapa lama
tidak di rumah, lama waktu bersama pasangan, lama waktu infertilitas
·
Performa Sex : Frekuensi, Kemampuan
untuk ejakulasi sampai di bagian atas vagina
·
Riwayat hubungan / pernikahan
sebelumnya, pernah punya anak sebelumnya atau tidak
·
Riwayat Mumps dengan orchitis, cedera
pada genitalia, operasi hernia atau varicocele, riwayat penyakit yang
melemahkan kondisi fisik.
b) Anamnesis
Terhadap Wanita(7)
·
Tanyakan usia, pekerjaan, lama waktu
bersama pasangan, penggunaan kontrasepsi atau pencegah kehamilan, riwayat
aktivitas seksual sebelumnya.
·
Riwayat kehamilan sebelumnya, termasuk
riwayat abortus dan kehamilan ektopik.
·
Riwayat Menstruasi : usia pertama
menstruasi, siklus dan lamanya haid, dismenorrhea, nyeri ovulasi, riwayat
perubahan siklus akhir-akhir ini.
·
Riwayat keputihan : karakteristik,
jumlah, apakah bersamaan dengan iritasi dan nyeri tenggorokan.
·
Riwayat penyakit sebelumnya, terutama
penyakit inflamasi pelvis (PID), diabetes, penyakit ginjal.
·
Riwayat operasi, terutama daerah abdomen
atau pelvis
·
Frekuensi koitus, permasalahan,
ketepatannya dengan masa subur.
·
Pemeriksaan sebelumnya atau riwayat
terapi infertilitas sebelumnya.
2 Pemeriksaan Fisis
a) Pemeriksaan
Pria(4) :
·
Kondisi fisik umum
·
Pemeriksaan Genitalia, Hipospadia
·
Palpasi testis, nilai jumlah, ukuran,
dan konsistensi. Ukuran standar testis bisa dilhat di gambar di bawah
b) Pemeriksaan
Wanita(7) :
·
Pemeriksaan Fisis umum, menilai
pertumbuhan fisik, menilai ada/tidaknya gangguan endokrin
·
Pemeriksaan Abdomen : bekas luka, kekakuan
otot, massa
·
Pemeriksaan Vagina : kondisi introitus,
ukuran dan mobilitas uterus, pembesaran uterus, pembesaran ovarium
a) Analisis
Semen
Sampel dikumpulkan
dengan cara meminta orang yang akan diperiksa melakukan masturbasi. Spesimen
masturbasi dikumpulkan dan diperiksa paling lambat 2 jam setelah dikumpul. Spesimen
semen yang dikumpul tidak boleh berasal dari hasil ejakulasi intercourse
walaupun menggunakan kondom. (7)
Motilitas sperma sangat
penting dalam proses fertilisasi sehingga harus dinilai. Dianggap normal bila
motilitas nya lebih dari 50% dalam waktu 1,5 jam. Jumlah sel sperma yang
dihasilkan minimal 20 juta per milliliter cairan sperma dengan jumlah total
tidak kurang dari 100 juta. Kesuburan akan berkurang sangat progresif bila jumlahnya
kurang dari kadar diatas. (7)
Dalam kasus
oligosperma/oozospermia berat, harus dicari penyebabnya. Bisa jadi hal ini
disebabkan karena kelainan kromosom seperti pada sindrom klinefelter (XXY),
Hipogonadism primer dimana kadar Hormon Gonadotropin sangat tinggi,
Hipogonadism sekunder dimana hormon gonadotropin sangat rendah, atau bisa juga
disebabkan oleh sekresi prolaktin yang berlebihan yang biasanya terjadi karena
tumor pituitari. Penyebab lainnya adalah karena cacat congenital seperti :
tidak adanya vas deferens, atau obstruksi pada epididimis. Ringkasan
interpretasi analisis semen dapat dilihat dalam tabel dibawah. (7)
Objek Penilaian
|
Hasil
|
Volume
|
2-5 ml
|
Waktu Liquefaksi
|
Rentang 30 menit
|
Jumlah Sel Sperma
|
20-150 juta sel/ml
|
Motilitas
|
Ø
50 % motilitas dalam 1,5 jam
|
Morfologi Sperma
|
Ø
10 % Dalam Bentuk Normal
|
b)
Basal
Temperature Chart
Dilakukan dengan
merekam catatan temperature basal wanita dalam masa 3 bulan. Sangat bagus bila
dilakukan sesaat setelah bangun pagi sebelum beranjak dari tempat tidur. Secara
teori, peningkatan kadar progesteron akan meningkatan suhu tubuh 0,3-0,50C
dalam rentang waktu 12 jam ovulasi. Namun, hubungan antara suhu tubuh dengan
dengan ovulasi agak sukar diamati bila ovulasi yang terjadi tidak teratur.
Juga, hal lain bisa mempengaruhi hasil pengukuran suhu seperti flu, ritme
biologis yang tidak teratur pada tenaga medis yang habis tugas malam, dan
lainnya. Sehingga tes ini sangat sukar untuk divalidasi. Oleh karena itu, saat
ini tes seperti ini sudah mulai ditinggalkan. (7,11)
c) Test
Prediksi Ovulasi
Tes dilakukan setiap
hari dengan menggunakan beberapa tetes urin untuk mendeteksi peningkatan kadar
LH. Kadar LH yang tinggi atau pemeriksaan dianggap positif bila muncul
perubahan warna pada stik tes. Bila positif, maka diketahui bahwa wanita yang
diperiksa akan mengalami ovulasi dalam 36 jam. (7)
Tes ini sangat membantu
pada pemeriksaan wanita dengan siklus haid yang teratur. Namun, pada wanita
dengan siklus haid yang tidak teratur misalkan pada penderita PCOS, hasil tes
ini cenderung tidak valid karena pada penderita PCOS bisa terjadi peningkatan
LH pada fase folikuler tanpa adanya kematangan folikel yang matang. (7)
d) Test
Patensi Tuba
Adanya obstruksi pada
tuba ditandai dengan adanya gambaran hambatan (blockage) pada pemeriksaan histerosalpingografi menggunakan zat
radioaktif. (7)
Patensi tuba juga dapat
dites melalui laparoskopi. Larutan methylen blue diinjeksikan melalui via
kanula pada kanalis servikalis. Amati bagian yang terwarnai. Tuba dianggap
paten bila larutan tertumpah sampai keluar fimbria tuba dan masuk ke cavum
douglasi. Obstruksi tuba dapat diketahui bila larutan tidak tumpah. (7)
e) Test
Hormon
Kadar serum progesteron
pada hari ke 21-23 (dengan siklus 28 hari) meningkat sampai 10 kali (30 ng/ml)
dibanding hari lainnya jika terjadi ovulasi. Luteinizing hormone (LH), Follicle
stimulating hormone (FSH), testosterone (bila dicurigai PCOS) harus diambil
pada hari 3-8 siklus. (7)
Kadar prolaktin harus
diukur untuk menyingkirkan kemungkinan mikroadenoma kelenjar pituitari. Bila
kadarnya diatas 1000 µu/l bermakna signifikan dan harus dilakukan pemeriksaan CT-Scan
Fossa Pituitari. (7)
f) Ultrasound
Pemeriksaan USG pelvis,
terutama transvaginal, memberikan gambaran ovarium dan uterus yang sangat bagus
jika dicurigai patologi seperti PCOS.(7)
PENATALAKSANAAN
Sekitar
25-30% wanita yang mencari rekomendasi pengobatan infertilitas mengalami
kehamilan ketika investigasi dan terapi masih sementara dilakukan. Ada beberapa
terapi yang terbukti sukses dapat dilakukan sesuai dengan kondisi temuan
terhadap penderita.(7)
1 Terapi Permasalahan Koitus
Himen
yang masih intak harus dihilangkan atau diperbesar. Vaginal Septum harus
dhilangkan walaupun agak sulit. Wanita harus diajarkan cara menggunakan dilator
vagina dan hal ini bisa membantu meningkatkan rasa percaya dirinya. Penggunaan
lubrikan saat koitus juga dapat membatu. (7)
2 Terapi Lesi Pada Uterus
Melakukan
tindakan kuretase pada pengangkatan polip uterus yang masih kecil sering
berhasil. Miomektomi harus dilakukan bila jaringan fibroid menutupi tuba
fallopi. (7)
3 Terapi Lesi Pada Tuba
Berbagai
macam tindakan operasi dapat dilakukan untuk mengembalikan patensi dan fungsi
tuba jika tuba rusak karena proses infeksi (biasanya diakibatkan oleh
Chlamydia). Beberapa tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah(7)
:
a) Salpingostomi
dimana ujung fimbria dibuka dan dibiarkan tetap terbuka.
b) Reimplantasi
tuba dimana isthmus di blok. Bagian tengah tuba dibebaskan dan di reimplantasi
ke dalam cavum uteri.
c) Salpingolisis
dimana tuba fallopi dibebaskan dari adhesi dengan memotong perlengketan
tersebut.
d) Reanastomosis
Tuba Fallopi. Tindakan ini dilakukan dengan mengambil jaringan tuba yang
tertutup dan kemudian menyambung lagi ujung-ujung tuba yang dipotong tersebut.
Tindakan
pembedahan sering memberikan hasil yang mengecewakan karena(7) :
a) Patensi
tuba bisa dikembalikan namun tuba bisa menjadi sangat kaku sehingga menghambat
peristaltic
b) Infeksi
bisa mengakibatkan tuba terfiksasi pada organ lain sehingga ujung tuba sukar
untuk bermanuver.
c) Pemendekan
ukuran tuba menyebabkan tidak siapnya endometrium untuk menerima hasil
fertilisasi.
Bagi
sebagian besar wanita dengan penyakit tuba fallopi, In Vitro Fertilization (IVF) memberikan angka keberhasilan
kehamilan yang paling baik. (7)
4 Disfungsi Ovulasi
Hiperprolaktinemia
bisa diterapi dengan meggunakan bromokriptin atau Cabergoline. Ketika prolaktin kembali normal, maka akan terjadi
menstruasi, dan pembuahan normal pun akan terjadi. (7)
Pada
kasus kegagalan fungsi ovarium baik primer maupun sekunder, akan menunjukkan
peningkatan kadar FSH dan penurunan kadar estrogen. Pada kasus ini, tidak
dimungkinkan dilakukan Induksi ovulasi karena tidak ada oosit, namun pasien
bisa diberikan terapi sulih estrogen. (7)
Kegagalan
ovulasi dengan kadar FSH dan LH yang rendah dapat diterapi dengan menggunakan
gonadotropin. Pemberian terapi ini harus dimonitor dengan menggunakan USG untuk
mencegah terjadinya multipel ovulasi yang bisa mengakibatkan kehamilan ganda.
Dalam praktek, 75 IU FSH diberikan setiap hari pada hari ke-2 dan ke-3 siklus
dengan dosis yang dinaikkan setiap minggu berdasarkan jumlah dan ukuran folikel
yang dilihat berdasarkan hasil pemeriksaan USG. Jika hasil terapi bagus,
berikan human Chorionic Gonadotropin
(hCG) secara injeksi yang akan berperan seperti LH surge. Ketika tercapai dosis terapi yang memuaskan, maka bisa
dilanjutkan untuk digunakan pola dosis yang sama dalam 6 kali terapi atau
sampai tercapai kehamilan. (7)
Pada penderita PCOS, bisa diberikan terapi Clomiphene Citrate. Terapi diberikan
dengan dosis 50 mg pada hari ke-3 siklus menstruasi dan ukur kadar progesterone
pada hari ke-21 untuk mengkonfirmasi terjadinya ovulasi. Jika terjadi ovulasi,
maka ulangi terapi sampai 6 bulan atau sampai terjadi kehamilan. Jika tidak
berhasil, maka tingkatkan dosis dengan dosis maksimal 150 mg per hari. Terapi
ini beresiko perkembangan folikel multiple yang mengakibatkan terjadinya
kehamilan ganda (5-10%).(7)
8 Terapi Khusus Penderita Pria
Jika
didapatkan bahwa pria berperan dalam diagnosa infertilitas maka lakukan terapi
dalam 2 fase seperti berikut :
a) Fase
1 : Terapi non-Invasif
Fase ini dilakukan
sekurang-kurangnya selama 3 bulan. Dua spesimen semen harus diperiksa untuk
menentukan jumlah sperma. Pada fase ini, beberapa aspek gaya hidup perlu
dirubah seperti : Olahraga yang berlebihan, merokok yang berlebihan, konsumsi
alcohol yang berlebihan, control diabetes yang jelek, hipertensi, dan pre
obesitas. (7)
Jika terjadi
peningkatan suhu skrotum, maka gunakan celana “boxer” agar skrotum terganutng
sehingga bisa mendapatkan suhu yang lebih dingin. Waktu yang digunakan untuk
berhubungan juga perlu dibicarakan sehingga hubungan dilakukan saat masa
ovulasi terjadi. Beberapa hari masa “libur” berhubungan akan membantu mendorong
peningkatan jumlah hitung sel sperma. (7)
Varicocoele yang menyebabkan
peningkatan temperatur skrotum dan duktus efferent dapat ditangani dengan
melakukan ligasi. Tiga per empat pria yang medapatkan terapi ini akan mengalami
peningkatan hitung jumlah sel sperma. (7)
b) Fase
2 : Terapi spesifik
Terapi spsesifik
diberikan berdasarkan hasil temuan yang didapatkan. Rendahnya nilai hitung sel
sperma dengan kadar FSH dan testosteron yang rendah merupakan indikasi untuk
dberikan terapi hormonal. (7)
Hiperprolaktinemia
jarang terjadi pada pria, namun jika terjadi bisa diberikan terapi menggunakan
bromocriptine. (7)
Impaired Infertilitas
biasanya berkaitan dengan terjadinya prostatitis kronik. Jika ditemukan, maka
pemberian antibiotik dosis rendah jangka panjang akan menghilangkan penyebab
ini (Eritromicin 250 mg, 2 kali sehari, selama 1 bulan). (7)
Cuci sperma (Sperm
Washing) memiliki beberapa hasil yang bervariasi. Sperma yang
diejakulasikan dicuci di dalam Fosfat
Buffered Saline dan disuspensi untuk inseminasi ke dalam uterus.
Pasangannya biasanya diterapi dengan clomiphene atau FSH untuk meningkatkan
oosit yang matur sehingga meningkatkan peluang terjadinya konsepsi. Resiko
kehamilan ganda sekitar 10% dan Sindrom overstimulasi ovarium sebesar 1%.(7)
Secara umum, penatalaksanaan terapi pada pria menunjukkan
hasil yang mengecewakan dengan angka keberhasilan antara 20-40%. Pengenalan
teknik konsepsi yang dibantu sangat mengubah hasil terapi ini. (7)
9 Fertilisasi Artifisial (Assisted Conception)
Metode fertiliasasi buatan telah semakin sering
digunakan. Tercatat lebih dari 10.000 anak telah lahir menggunakan metode ini.
Teknik pembuahan buatan telah menerima media tertutup tetapi harus dianggap
sebagai salah satu manajemen infertilitas, terutama bagi mereka yang tidak
dapat mengirimkan sperma atau sel telur bersamaan dengan tuba fallopi karena
kerusakannya atau tidak adanya tuba atau abnormalitas sperma. (7)
Pasien yang mengikuti program merupakan pasien
dengan usia dibawah 40 tahun dan memiliki kondisi hubungan yang baik, tidak
sedang mengidap penyakit tertentu atau gangguan psikologi dan wanita harus
memiliki uterus yang normal. (7)
a) In
Vitro Fertilization
Sebelum proses dimulai,
oosit harus tersedia. Biasanya siklusi menstruasi dirangsang dengan
gonadothropin yang diikuti terapi analog GnRH (Gonadothropic Releasing
Hormone). hCG diberikan untuk menstimulasi ovulasi. (7)
Lalu, oosit diaspirasi
melalui posterior fornix atau vesica urinaria yang dipandu menggunakan USG. Biasanya
terdapat beberapa (3-15) oosit hasil terapi stimulasi sebelumnya. (7)
Setelah itu, oosit
dicampur cairan semen dari suami yang diperoleh melalui masturbasi ke dalam
media kultur khusus. Pembuahan berlangsung secara in vitro dan dalam kondisi
suhu dan gas atmosfir yang diatur secara khusus. Sel telur yang telah membelah
hingga 4-8 sel akan dimasukkan ke dalam uterus menggunakan kanula dengan
hati-hati. Sektar 2-3 buah sel telur yang telah dibuahi akan dimasukkan.
(7)
Progesterone atau hCG
diberikan sesaat setelah penempatan embrio sampai usia kehamilan 8-10 minggu
atau saat terjadi menstruasi bila tidak terjadi konsepsi. (7)
Angka keberhasilan
konsepsi pada teknik ini antara 20-30% per siklus. Keberhasilan dinilai
berdasarkan adanya janin hidup bukan berdasarkan berhasilnya implantasi embrio
hasil pembuahan, atau berdasarkan pemeriksaan hCG. Angka kelahiran pada teknik
ini dilaporkan 20% di UK. (7)
b) Gamete
Intra-Fallopian Tube Transfer (GIFT)
Bila metode
konvensional gagal, maka bisa digunakan teknik ini. Oosit diperoleh melalui
tindakan laparoskopi dengan anestesi umum. Sperma yang telah disiapkan dimasukkan
ke dalam tuba fallopi menggunakan laparoscop dan oosit diletakkan dalam tuba
yang sama. Prosedur ini memerlukan waktu setengah jam. Angka keberhasilan
sedikit lebih rendah dari teknik IVF sehingga mulai jarang dilakukan. (7)
c) Zygote
Intra Fallopian Transfer (ZIFT)
Pada teknik ini, sel
telur yang telah dibuahi diletakkan ke dalam tuba fallopi 2 hari setelah
pembuahan terjadi. Teknik ini sangat jarang dilakukan. (7)
d) In
Utero Insemination (IUI)
Semen yang telah dicuci
di injeksikan ke dalam cavum uterus untuk bertemu dengan oosit yang terjadi
secara alami. (7)
e) Direct
Injection of Sperm Into Oocyte (Intracytoplasmic Sperm Injection / ICSI)
Tindakan ini memiliki
angka kesuksesan yang sama dengan IVF. Sperma dapat diambil dari epididimis
atau testis bila terjadi azoospermia. (7)
f) Inseminasi
Buatan
Bila pria infertile,
inseminaasi dengan menggunakan semen donor diperlukan. Angka keberhasilan
antara 15-40% per ovulasi. (7)
Fasilitas Bank Sperma
harus tersedia dengan sampel dari donor berusia muda dan terbukti subur.
Pencocokan donor berdasarkan tinggi badan, warna rambut, dan ras dilakukan oleh
dokter yang bertugas dalam tindakan DI. Setiap sampel donor hanya bisa
digunakan untuk 6 pasangan. (7)
Sampel dihasilkan
menggunakan metode masturbasi dan dbagi-bagi ke dalam beberapa tabung dengan
masing-masingnya berisi 0,5 cc sampel sehingga setiap donor dapat menghasilkan
6-10 tabung dengan beberapa kali ejakulasi. Tabung-tabung ini disimpan dalam
nitrogen cair yang di cek setiap 2 tahun. (7)
Penggunaan semen yang
masih baru lebih baik dalam keberhasilan kehamilan daripada penggunaan semen
yang dibekukan. Salah satu hal yang paling ditakutkan dari Inseminasi buatan
adalah adanya resiko kontaminasi dari virus HIV. (7)
PROGNOSIS
Progmosis sangat bergantung kepada
usia dan pemilihan terapi yang tepat untuk pasien. Misalkan pada terapi IVF,
angka kesuksesan kelahiran pada wanita usia 41 tahun atau lebih hanya 10,5%. Secara
rinci bisa dilihat pada tabel di bawah ini(11) :
Table
In Vitro Fertilization Procedures by Maternal Age Group and Infertility
Diagnosis
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
REFERENSI
1. Bhattacharya, Siladitya. Infertility
: Dewhurst’s Textbook of Obstetrics and Gynaecology. 7th ed. Oxford,
Blackwell Publishing, 2007; p 440-60
2. Gibbs, Ronald S. Infertility ; Danforth’s
Obstetrics and Gynecology. 10th ed. New York. Lippincott Williams and Wilkins, 2008
: p 705-15
3. DeCherney, Alan H, et al.
Infertility : Current Diagnosis and Treatment Obstetric & Gynaecologic. 10th
ed. New York. The McGraw-Hill Publishing, 2007
4. Anonymous. “Infertility
definition and Terminology”. 21 Februari 2016 http://www.who.int/reproductivehealth/topics/infertility/definitions/en/
5.
Sherwood, Lauralee.
Reproduksi : Fisiologi Manusia – Dari Sel Ke Sistem. 6th ed.
Jakarta. EGC, 2007; hal 811-68
6.
Puscheck, Elizabeth E,
et al. Infertility. 21
Februari 2016. http://emedicine.medscape.com/article/274143-overview#showall
7.
Hamilton-Fairley,
Diana. Subfertility : Lecture Notes – Obstetric Gynaecology. 2nd ed.
Oxford, Blackwell Publishing, 2007; p 38-45
8.
Mc.
Garry, Kelly A. Infertility : The 5 Minute Consult Clinical Companion to
Women’s Health. 1st Ed. New York. Lippincott Williams and Wilkins,
2007
9.
Pernoll,
Martin L. Infertility and Related Issue : Handbook of Obstetrics and
Gynecology.10th ed. New York. The McGraw-Hill Publishing, 2001 : p
781-97
10. Berek, Jonathan S. Berek &
Novak’s Gynecology. 14th ed. New York. Lippincott Williams and Wilkins,
2007; p
11. Speroff, Leon, Marc A Fritz. Clinical
Ginecologic Endokrinology and Infertility.7th ed. New
York. Lippincott
Williams and Wilkins, 2005
NB : Format tidak sesuai dengan format karya tulis, tapi menyesuaikan dengan kemudahan posting di blog.
No comments:
Post a Comment